Bukan orang Jalansutra kalau dia tidak dapat menemukan makanan yang diingininya. Untungnya, kami tidak harus pergi ke Kupang untuk mencicipi makanan khas yang satu ini.
Ceritanya berawal sekitar tiga minggu yang lalu ketika kami membahas soal
daging se’i khas Kupang, Nusa Tenggara Timur di Forum (milis) Jalansutra. Pada dasarnya,
daging se’i adalah daging sapi yang dibumbui, dan kemudian diasap agar dapat disimpan lama. Bagian daging yang kurang berlemak dipotong dalam bentuk memanjang, dilumuri dengan bumbu-bumbu, dan diasap hingga matang dan setengah kering. Bila akan disajikan,
daging se’i dimasak lagi sesuai dengan citarasa yang diingini.
Kebetulan saya pernah makan
daging se’i di sebuah festival masakan nusantara beberapa tahun sebelumnya, sehingga saya tahu bagaimana kelezatan masakan yang sedang hangat dibahas itu. Sekalipun warga Kupang kebanyakan beragama Katholik dan Kristen, tetapi
daging se’i hampir selalu dibuat dari daging sapi. Kalau mau
daging se’i yang dari daging babi harus dipesan secara khusus. Sedangkan yang dijual untuk umum di Kupang dapat dipastikan terbuat dari daging sapi.
Karena begitu banyak yang menjadi
ngiler ketika membahas hidangan khas ini, maka kami pun beramai-ramai ‘menyandera’
Gadsya Angela yang putri Kupang itu untuk mengorganisasikan acara makan siang bagi kami dengan hidangan khas Kupang. Untungnya,
Rieke Foenale (ibunya Gadsya) pintar masak, dan mereka pun berkolaborasi dengan tantenya yang bernama
Yvonne Foenale Daud untuk menyelenggarakan acara makan siang itu. Kebetulan pula Yvonne adalah pengurus Anjungan NTT di Taman Mini Indonesia Indah. Terima kasih kepada Gadsya, ibunya, dan Tante Yvonne yang telah kami buat repot. Juga kepada moderator
Arie Parikesit dan
Christine Bawole yang menjadi ketupat (ketua panitia) acara ini.
Tidak tanggung-tanggung, JS-er yang mendaftar untuk ikut acara ini mencapai jumlah 150 orang. Maka, pada suatu hari Sabtu kami pun berdatangan ke TMII untuk berpesta hidangan khas Kupang.
Dr Sindhiarta Mulya bahkan mengajak serta
Prof Dr HOK Tanzil untuk mencicipi hidangan ini. Prof Tanzil yang sudah mengunjungi hampir semua negara di dunia masih tetap setia dengan catatannya. Setiap malam ia menulis
entry untuk buku hariannya. Satu-satunya orang sepuh lainnya yang saya kenal mempunyai disiplin menulis buku harian lengkap adalah Pak
Hadjiwibowo, mantan direktur Unilever.
Siang itu,
daging se’i-nya dihidangkan secara masak merah. Mirip sekali dengan resep yang sebelumnya pernah diberikan oleh Pak
R Zainuddin di Forum Jalansutra.
Daging se’i juga disajikan dalam bentuk lain, yaitu tumis bunga pepaya dan tumis pare. Kedua hidangan ini sangat mirip dengan masakan Manado. Bedanya, ditambah irisan tipis-tipis
daging se’i. Sungguh lezat!
Aslinya, masakan ini tidak dimakan dengan nasi, melainkan dengan
jagung bose - semacam bubur jagung yang dimasak dengan kacang merah. Sebelum dimasak, bulir-bulir jagung tua direndam dalam air kapur. Sekalipun bentuknya mirip bubur kasar, tetapi
jagung bose ini cukup padat dan mantap sebagai
staple food pengganti nasi.Lauk khas lainnya yang cocok untuk makan
jagung bose adalah
perut cuka, yaitu jerohan sapi yang dimasak dengan bumbu cuka. Padahal, rasa cuka dalam makanan itu justru hanya lamat-lamat terasa di latar belakang. Penampilannya lebih mirip oseng-oseng jerohan dengan bumbu minimalis.
Sebagai kondimen dihidangkan
sambal lu’at yang pedesnya luar biasa. Sambal ini dibuat dari cabe merah dan cabe rawit, dengan bumbu jeruk nipis (beserta kulitnya), bawang putih dan kemangi.
Sambal lu’at yang
unfogettable ini hanya salah satu bukti betapa kayanya pusaka kuliner Nusantara.
Kondimen lainnya adalah
ikan lawar dan
hati lawar.
Ikan lawar sangat mirip
rusip dari Bangka atau
mencalok dari Kalimantan Barat, yaitu ikan teri mentah yang direndam dalam cuka dan irisan cabe merah. Kalau Anda pernah mencicipi
ceviche yang populer di Amerika Selatan, Anda juga akan menemukan kemiripan
ikan lawar dengan
ceviche. Bedanya,
ceviche biasanya dibuat dari cumi-cumi mentah.
Hati lawar dibuat dari hati sapi mentah. Wah, dengan
sambal lu’at dan
ikan lawar saja kita sudah bisa menghabiskan sebakul nasi. Apalagi ditambah lauk-pauk lezat lainnya.
Orang Kupang juga punya masakan khas dari daging sapi yang disebut
karmanachi. Dagingnya diiris tipis-tipis dan ditumis dengan bawang merah, bawang putih, lada, ketumbar, dan kecap manis. Rasanya sangat mirip masakan Jawa yang disebut daging lapis atau krengsengan. Ada juga kemiripannya dengan versi sapi dari masakan peranakan yang disebut
bak cian.
Di Kupang, biasanya
karmanachi tidak dimakan dengan nasi atau
jagung bose, melainkan dengan
bluder atau roti bolu agak bantat khas Kupang. Kalau tidak ada
bluder, roti tawar biasa juga bisa dipakai untuk mendampingi
karmanachi.
Hidangan khas lain yang cepat habis saking larisnya siang itu adalah
lawar.
Lawar kupang ternyata sangat berbeda dengan
lawar bali.
Lawar kupang malah agak mirip
kimchi dari Korea. Berbagai sayur mentah - daun bawang merah yang masih muda dirajang kasar, tomat, dan
cilantro (daun ketumbar, di NTT disebut daun
kuenter) - dalam saus asam-pedas dari irisan cabe rawit, dan air jeruk nipis. Dalam waktu singkat, dua kontener besar
lawar habis tandas diserbu para JS-ers.
Di NTT sana, uniknya,
lawar juga dimakan tanpa nasi untuk pendamping minum tuak. Sama dengan
karmanachi yang dimakan dengan bolu, makan lawar sebagai pendamping minum tuak agaknya memerlukan
acquired taste untuk menikmatinya.
Secara umum kami berkesimpulan bahwa hidangan NTT sangat mirip dengan masakan Manado. Misalnya, siang itu kami disuguhi sup yang disebut
kerapu kuah belimbing. Penampilan dan rasanya sangat mirip dengan
ikan kuah asam yang khas Manado. Begitu juga jajanannya sangat mirip. Ada
panada,
lalampa, puding karamel, dan lain-lain lagi. Yang sangat khas adalah emping jagung Rote yang mirip
cornflake.
Dalam pembahasan sebelumnya, berdasarkan deskripsinya banyak di antara kami yang ‘mencurigai’ bahwa
daging se’i ini mirip dengan
biltong, daging asap berbumbu khas Afrika Selatan. Bagi saya
biltong lebih mirip
beef jerky atau dendeng yang siap dimakan tanpa diolah lagi menjadi bentuk hidangan lain. Alot-alotnya
biltong juga membuatnya lebih mirip
beef jerky.
Tetapi, seorang JS-er yang tinggal di Afrika Selatan,
Berty Elling, sempat ‘bersaksi’ bahwa menurutnya
daging se’i lebih empuk dibandingkan dengan
biltong. Hal yang sama dikemukakan pula oleh
Andis Faizasyah, JS-er lain yang juga tinggal di Afrika. Menurut Andis,
biltong adalah makanan para penjelajah di masa lalu yang membawa daging asap yang awet itu dalam perjalanan jauh mereka.
Supremasi
daging se’i dibanding
biltong juga diperkuat oleh testimonial yang diberikan oleh
Eugene Galbraith, Komisaris Utama Bank BCA yang pernah menyatakan kepada saya bahwa ia penggemar
daging se’i dan punya keyakinan bahwa masakan khas Kupang ini punya peluang untuk diangkat sebagai salah satu masakan Indonesia di forum kuliner internasional.
Nah, mau tunggu apa lagi?
Klik disini buat film tentang masak daging se’i.
**********************************************************************************
RECEPT:
Daging Sei Fuga/Sis Tunu Fuga
Roerbak van gerookt rundvlees
Ingrediënten :
- 1,5 kg daging sei
- 11 cherrytomaatjes
- 7 teentjes knoflook
- 3 rode lomboks
- 7 rawits
- 1 klein bosje kemangi
- 5 bosuitjes
- 3 eetlepels plantaardige olie
- 3 daun jeruk
- 3 daun salam
- 1 eetlepel geraspte gula lempeng
- sap van 1 jeruk lima
- zout
Bereiding :
- Snijd het vlees in dunne plakjes.
- Snijd de tomaatjes doormidden. Pel de knoflook en maal de teentjes fijn in een cobek. Verwijder de steeltjes en de zaadlijsten van de lomboks en snijd ze fijn. Snijd de kemangiblaadjes van de takjes en snijd de bosuitjes in ringetjes.
- Verhit de olie in een wajan en fruit hierin de fijngemalen knoflook ongeveer 1 minuut.
- Voeg de daun jeruk, de daun salam, de palmsuiker, de lomboks en de rawits toe en roerbak alles ongeveer 2 minuten.
- Doe het vlees, het jeruk-limosap en ongeveer 5 eetlepels water erbij. Roerbak alles nog ongeveer 3 minuten.
- Doe de tomaatjes, de kemangiblaadjes en de bosuitjes erbij, voeg wat zout naar smaak toe en laat alles sudderen tot het vocht is verdampt.
Klik hier voor een filmpje over het bereiden van de daging se’i.